Sabtu, 16 April 2011

Penyakit hati dan obatnya

Hati Yang Sehat


Karena ada hati yang disifati hidup dan sebaliknya maka keadaan hati dapat dikelompokkan menjadi tiga macam. Pertama, hati yang sehat yaitu hati yang bersih yang seorang pun tak akan bisa selamat pada Hari Kiamat kecuali jika dia datang kepada Allah dengannya, sebagaimana firman Allah,

"(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tiada lagi berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (Asy-Syu'ara': 88-89).

Disebut qalbun salim (hati yang bersih, sehat) karena sifat bersih dan sehat telah menyatu dengan hatinya, sebagaimana kata Al-Alim, Al-Qadir (Yang Maha Mengetahui, Mahakuasa). Di samping, ia juga merupakan lawan dari sakit dan aib.

Orang-orang berbeda pendapat tentang makna qalbun salim. Sedang
yang merangkum berbagai pendapat itu ialah yang mengatakan qalbun salim yaitu hati yang bersih dan selamat dari berbagai syahwat yang menyalahi perintah dan larangan Allah, bersih dan selamat dari berbagai syubhat yang bertentangan dengan berita-Nya. Ia selamat dari melakukan penghambaan kepada selain-Nya, selamat dari pemutusan hukum oleh selain Rasul-Nya, bersih dalam mencintai Allah dan dalam berhukum kepada Rasul-Nya, bersih dalam ketakutan dan berpengharapan pada-Nya, dalam bertawakal kepada-Nya, dalam kembali kepada-Nya, dalam menghinakan diri di hadapan-Nya, dalam mengutamakan mencari ridha-Nya di segala keadaan dan dalam menjauhi dari kemungkaran karena apa pun. Dan inilah hakikat penghambaan (ubudiyah) yang tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah semata.

Jadi, qalbun salim adalah hati yang selamat dari menjadikan sekutu
untuk Allah dengan alasan apa pun. la hanya mengikhlaskan penghambaan dan ibadah kepada Allah semata, baik dalam kehendak, cinta, tawakal, inabah (kembali), merendahkan diri, khasyyah (takut), raja'(pengharapan), dan ia mengikhlaskan amalnya untuk Allah semata. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena Allah. Jika ia membenci maka ia membenci karena Allah. Jika ia memberi maka ia memberi karena Allah.

Jika ia menolak maka ia menolak karena Allah. Dan ini tidak cukup
kecuali ia harus selamat dari ketundukan serta berhukum kepada selain Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ia harus mengikat hatinya kuat-kuat dengan beliau untuk mengikuti dan tunduk dengannya semata, tidak kepada ucapan atau perbuatan siapa pun juga; baik itu ucapan hati, yang berupa kepercayaan; ucapan lisan, yaitu berita tentang apa yang ada di dalam hati; perbuatan hati, yaitu keinginan, cinta dan kebencian serta hal lain yang berkaitan dengannya; perbuatan anggota badan, sehingga dialah yang menjadi hakim bagi dirinya dalam segala hal, dalam masalah besar maupun yang sepele. Dia adalah apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sehingga tidak mendahuluinya, baik dalam kepercayaan, ucapan maupun perbuatan, sebagaimana firman Allah,

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah
dan Rasul-Nya." (Al-Hujurat: 1).

Artinya, janganlah engkau berkata sebelum ia mengatakannya, ja-
nganlah berbuat sebelum dia memerintahkannya. Sebagian orang salaf berkata, "Tidaklah suatu perbuatan -betapa pun kecilnya- kecuali akan dihadapkan pada dua pertanyaan: Kenapa dan bagaimana?" Maksudnya, mengapa engkau melakukannya dan bagaimana kamu melakukannya? Soal pertama menanyakan tentang sebab perbuatan, motivasi atau yang mendorongnya; apakah ia bertujuan jangka pendek untuk kepentingan pelakunya, bertujuan duniawi semata untuk mendapatkan pujian orang atau takut celaan mereka, agar dicintai atau tidak dibenci ataukah motivasi perbuatan tersebut untuk melakukan hak ubudiyah (penghambaan), mencari kecintaan dan kedekatan kepada Tuhan Subhanahu wa Ta'ala dan mendapatkan wasilah (kedekatan) dengan-Nya.

Inti pertanyaan yang pertama adalah apakah kamu melaksanakan
perbuatan itu untuk Tuhanmu atau engkau melaksanakannya untuk kepentingan dan hawa nafsumu sendiri? Sedang pertanyaan yang kedua merupakan pertanyaan tentang mu taba'ah (mengikuti) Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallant dalam soal ibadah tersebut. Dengan kata lain, apakah perbuatan itu termasuk yang disyariatkan kepadamu melalui lisan Rasul-Ku atau ia merupakan amalan yang tidak Aku syariatkan dan tidak Aku ridhai? Yang pertama merupakan pertanyaan tentang keikhlasan dan yang kedua pertanyaan tentang mutaba'ah kepada Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, karena sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amalan pun kecuali dengan syarat keduanya.

Jalan untuk membebaskan diri dari pertanyaan pertama adalah
dengan memurnikan keikhlasan dan jalan untuk membebaskan diri dari pertanyaan kedua yaitu dengan merealisasikan mutaba'ah, selamatnya hati dari keinginan yang menentang ikhlas dan hawa nafsu yang menentang mutaba'ah. Inilah hakikat keselamatan hati yang menjamin keselamatan dan kebahagiaan.





Hati Yang Mati



Tipe hati yang kedua yaitu hati yang mati, yang tidak ada kehidupan di dalamnya. Ia tidak mengetahui Tuhannya, tidak menyembah-Nya sesuai dengan perintah yang dicintai dan diridhai-Nya. Ia bahkan selalu menuruti keinginan nafsu dan kelezatan dirinya, meskipun dengan begitu ia akan dimurkai dan dibenci Allah. Ia tidak mempedulikan semuanya, asalkan mendapat bagian dan keinginannya, Tuhannya rela atau murka.

Ia menghamba kepada selain Allah; dalam cinta, takut, harap, ridha dan benci, pengagungan dan kehinaan. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena hawa nafsunya. Jika ia membenci maka ia membenci karena hawa nafsunya. Jika ia memberi maka ia memberi karena hawa nafsunya. Jika ia menolak maka ia menolak karena hawa nafsunya. Ia lebih mengutamakan dan mencintai hawa nafsunya daripada keridhaan Tuhannya.

Hawa nafsu adalah pemimpinnya, syahwat adalah komandannya, kebodohan adalah sopirnya, kelalaian adalah kendaraannya. Ia terbuai dengan pikiran untuk mendapatkan tujuan-tujuan duniawi, mabuk oleh hawa nafsu dan kesenangan dini. Ia dipanggil kepada Allah dan ke kampung akhirat dari tempat kejauhan. Ia tidak mempedulikan orang yang memberi nasihat, sebaliknya mengikuti setiap langkah dan keinginan syetan. Dunia terkadang membuatnya benci dan terkadang membuatnya senang. Hawa nafsu membuatnya tuli dan buta selain dari kebatilan. Keberadaannya di dunia sama seperti gambaran yang dikatakan kepada Laila, "Ia musuh bagi orang yang pulang dan kedamaian bagi para penghuninya. Siapa yang dekat dengan Laila tentu ia akan mencintai dan mendekati."

Maka membaur dengan orang yang memiliki hati semacam ini adalah penyakit, bergaul dengannya adalah racun dan menemaninya adalah kehancuran.




Hati Yang Sakit



Tipe hati yang ketiga adalah hati yang hidup tetapi cacat. Ia memiliki dua materi yang saling tarik-menarik. Ketika ia memenangkan per-tarungan itu maka di dalamnya terdapat kecintaan kepada Allah, keiman-an, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya, itulah materi kehidupan. Di dalamnya juga terdapat kecintaan kepada nafsu, keinginan dan usaha keras untuk mendapatkannya, dengki, takabur, bangga diri, kecintaan berkuasa dan membuat kerusakan di bumi, itulah materi yang menghan-curkan dan membinasakannya. Ia diuji oleh dua penyeru: Yang satu menyeru kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari akhirat, sedang yang lain menyeru kepada kenikmatan sesaat. Dan ia akan memenuhi salah satu di antara yang paling dekat pintu dan letaknya dengan dirinya.

Hati yang pertama selalu tawadhu’, lemah lembut dan sadar, hati yang kedua adalah kering dan mati, sedang hati yang ketiga hati yang sakit; ia bisa lebih dekat pada keselamatan dan bisa pula lebih dekat pada kehancuran.

Allah menjelaskan ketiga jenis hati itu dalam firman-Nya,

“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila dia mempunyai sesuatu ke-inginan, syetan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keingin-an itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syetan itu dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syetan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa Al-Qur’an itulah yang haq dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (Al-Hajj: 52-54).

Dalam ayat ini Allah membagi hati menjadi tiga macam: Dua hati terkena fitnah dan satu hati yang selamat. Dua hati yang terkena fitnah adalah hati yang di dalamnya ada penyakit dan hati yang keras (mati), sedang yang selamat adalah hati orang Mukmin yang merendahkan dirinya kepada Tuhannya, dialah hati yang merasa tenang dengan-Nya, tunduk, berserah diri serta taat kepada-Nya.

Yang demikian itu karena hati dan anggota tubuh lainnya diharapkan agar selamat dan tidak ada penyakit di dalamnya, dan melaksanakan tujuan dari penciptaannya. Adapun penyimpangannya dari jalan lurus mungkin karena ia kering dan keras serta tidak melaksanakan apa yang semestinya diinginkan daripadanya. Seperti tangan yang putus, hidung yang bindeng, dzakar yang impoten dan mata yang tak bisa melihat sesuatu. Atau karena terdapat penyakit dan kerusakan yang mengha-langinya melakukan pekerjaan secara sempurna dan berada dalam ke-benaran. Oleh sebab itu, hati terbagi menjadi tiga macam:

Pertama: Hati yang sehat dan selamat, yaitu hati yang selalu mene-rima, mencintai dan mendahulukan kebenaran. Pengetahuannya tentang kebenaran benar-benar sempurna, juga selalu taat dan menerima se-penuhnya.

Kedua: Hati yang keras, yaitu hati yang tidak menerima dan taat pada kebenaran.

Ketiga: Hati yang sakit, jika penyakitnya sedang kambuh maka hati-nya menjadi keras dan mati, dan jika ia mengalahkan penyakit hatinya maka hatinya menjadi sehat dan selamat.

Apa yang diperdengarkan oleh syetan dari kata-kata dan yang dibisik-kannya dari berbagai keragu-raguan dan syubhat adalah merupakan fitnah terhadap dua hati tersebut. Adapun hati yang hidup dan sehat maka dia tetap tegar. Ia selalu menolak berbagai ajakan syetan itu. Ia membenci dan mengutuknya. Ia mengetahui bahwa kebenaran adalah yang sebaliknya. Ia tunduk pada kebenaran, merasa tenang dengannya dan mengikutinya. la mengetahui kebatilan apa yang dibisikkan syetan. Karena itu iman dan kecintaannya pada kebenaran semakin bertambah, sebaliknya ia semakin mengingkari dan membenci kebatilan. Hati yang terfitnah dengan bisikan-bisikan syetan akan terus berada dalam ke-raguan, sedang hati yang selamat dan sehat tak pernah terpengaruh dengan apa pun yang dibisikkan syetan.

Hudzaifah bin Al-Yamani Radhiyallahu Anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Fitnah-fitnah itu menempel ke dalam hati seperti tikar (yang di-anyam), sebatang-sebatang. Hati siapa yang mencintainya, niscaya timbul noktah hitam dalam hatinya. Dan hati siapa yang meng-ingkarinya, niscaya timbul noktah putih di dalamnya, sehingga men-jadi dua hati (yang berbeda). (Yang satunya hati) hitam legam seperti cangkir yang terbalik, tidak mengetahui kebaikan, tidak pula mengingkari kemungkaran, kecuali yang dicintai oleh hawa nafsunya. (Yang satunya hati) putih, tak ada fitnah yang membahayakannya selama masih ada langit dan bumi.” (Diriwayatkan Muslim).

Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam menyamakan hati yang sedikit demi sedikit terkena fitnah dengan anyaman-anyaman tikar, yakni ke-kuatan yang merajutnya sedikit demi sedikit. Beliau membagi hati dalam menyikapi fitnah menjadi dua macam: Pertama, hati yang bila dihadapkan dengan fitnah serta merta mencintainya, seperti bunga karang menyerap air, sehingga timbullah noktah hitam di dalamnya. Demikianlah, ia terus menyerap setiap fitnah yang dihadapkan pada-nya, sampai hatinya menjadi hitam legam dan terbalik. Inilah makna sabda beliau “cangkir yang terbalik”. Jika hati telah hitam legam dan terbalik maka ia akan dihadapkan pada dua bencana dan penyakit yang membahayakannya serta melemparkannya pada kebinasaan. Pertama, ia memandang sesuatu yang baik sama dengan sesuatu yang buruk. Ia menjadi tidak tahu mana yang baik, tidak pula mengingkari kemungkaran. Bahkan mungkin karena sangat kronisnya penyakit ini, sehingga ia mempercayai bahwa yang baik itulah yang mungkar dan yang mung-kar. itulah yang baik, yang haq adalah batil dan yang batil adalah haq. Kedua, ia menjadikan hawa nafsu sebagai pedoman apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ia senantiasa tunduk dan mengikuti hawa nafsunya.

Kedua, hati putih yang memancarkan cahaya iman, di dalamnya terdapat pelita yang menerangi. Jika fitnah dihadapkan padanya ia mengingkari dan menolaknya, sehingga hatinya pun menjadi semakin bercahaya, memancarkan sinar dan semakin kokoh.

Fitnah-fitnah yang menimpa hati itulah penyebab timbulnya penya-kit hati. Di antara fitnah-fitnah itu adalah fitnah syahwat dan syubhat, fitnah kesalahan dan kesesatan, fitnah maksiat dan bid’ah, fitnah keza-liman dan fitnah kebodohan. Fitnah-fitnah yang pertama mengakibatkan rusaknya tujuan dan keinginan, sedang fitnah-fitnah kedua mengakibat-kan rusaknya ilmu dan i’tiqad (kepercayaan).

Para sahabat Radhiyallahu Anhum membagi hati menjadi empat macam. Demikian seperti disebutkan dalam riwayat yang shahih dari Hudzaifah bin Al-Yaman, “Hati itu ada empat macam: Pertama, hati murni yang di dalamnya ada pelita yang menyala, itulah hati orang Mukmin. Kedua, hati yang tertutup, itulah hati orang kafir. Ketiga, hati yang terbalik, itulah hati orang munafik, ia mengetahui (kebenaran) tetapi mengingkarinya, ia melihat tetapi membuta. Dan terakhir hati yang terdiri dari dua materi: Iman dan kemunafikan, mana yang menang dalam pergulatan itulah yang menguasai.

Adapun yang dimaksud dengan hati murni yaitu hati yang bebas dari selain Allah dan Rasul-Nya. Ia bebas dan selamat dari selain kebe-naran. Di dalamnya ada pelita yang menyala. Itulah pelita iman. Disebut murni karena ia selamat dari berbagai syubhat batil dan syahwat sesat, juga karena di dalamnya ia memperoleh pelita yang menyinarinya de-ngan cahaya ilmu dan iman. Hati orang kafir disebut sebagai hati yang tertutup karena hati itu ada di dalam sampul dan penutup, sehingga ti-dak ada cahaya ilmu dan iman yang sampai padanya, sebagaimana firman Allah mengisahkan tentang orang-orang Yahudi,

“Mereka berkata, ‘Hati kami tertutup’.” (Al-Baqarah: 88).

Penutup itu Allah letakkan di atas hati mereka sebagai siksaan kare-na penolakan mereka terhadap kebenaran dan kecongkakan mereka sehingga tak mau menerima kebenaran. Ia adalah hati yang mati, pende-ngaran yang tuli, penglihatan yang buta. Dan semua itu adalah dinding yang menutupinya dari penglihatan.

“Dan bila kamu membaca Al-Qur’an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka dan sumbatan di telinga mereka agar mereka tidak dapat memahaminya.” (Al-Isra’: 45-46).

Bila disebutkan pengesaan tauhid dan pengesaan mutaba’ah (ke-taatan) maka orang-orang yang memiliki hati ini akan segera lari men-jauhinya.

Hati orang munafik disebut sebagai hati yang terbalik, sebagaimana firman Allah,

“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalik-kan mereka kepada kekafiran disebabkan oleh usaha mereka sendiri.” (An-Nisa’: 88).

Maksudnya Allah membalikkan dan mengembalikan mereka pada kebatilan yang dahulu mereka berada di dalamnya, disebabkan oleh usaha dan perbuatan mereka yang salah. Inilah sejahat-jahat dan sebu-ruk-buruk hati. la mempercayai bahwa yang batil adalah benar dan se-tia kepada para pengikut kebatilan. Sebaliknya, ia mempercayai bahwa yang haq itulah yang batil dan memusuhi orang-orang yang meng-ikuti kebenaran. Wallahul musta’an (hanya kepada Allah kita memohon perto-longan).

Hati yang di dalamnya terdapat dua materi adalah hati yang imannya belum mantap dan pelitanya belum menyala. Ia belum memurnikan dirinya untuk kebenaran yang karenanya Allah mengutus para rasul. Ia adalah hati yang berisi materi kebenaran dan hal yang sebaliknya. Terkadang ia lebih dekat dengan kekafiran daripada dengan keimanan. Dan pada kali lain, ia bisa lebih dekat dengan keimanan daripada dengan kekafiran. Karena itu, ia akan dikuasai oleh yang memenangkan pergulatan antara keduanya.




Pembagian Obat Penyakit Hati : Alamiyah dan Syar’iyah




Penyakit hati itu ada dua macam: Pertama, orang yang bersangkutanseketika itu tidak merasakan sakit apa-apa, dan inilah jenis penyakit terdahulu, seperti: Penyakit kebodohan, penyakit syubhat dan keraguan serta penyakit syahwat. Penyakit hati ini adalah jenis penyakit yang paling besar, tetapi karena hati telah rusak maka ia tidak merasakan sakit apa-apa. Sebab mabuk kebodohan dan hawa nafsu telah menghalanginya dari mengetahui penyakit. Jika tidak, tentu ia akan merasakannya, sebab penyakit itu ada pada dirinya. Tetapi ia tidak mempedulikannya karena sibuk dengan hal lain yang tak ada sangkut pautnya dengan masalah yang ia hadapi. Inilah jenis penyakit hati yang paling berbahaya dan paling sulit. Yang bisa melakukan pengobatannya hanyalah para rasul dan pengikutnya, merekalah dokter-dokter dari jenis penyakit ini.

Kedua, penyakit hati yang menimbulkan sakit seketika, seperti: Sedih, gundah, resah dan marah. Penyakit ini terkadang bisa hilang dengan obat-obat alamiah. Seperti dengan menghilangkan sebab-sebabnya, atau mengobatinya dengan sesuatu yang berlawanan dengan sebab-sebab yang dimaksud atau dengan sesuatu yang bisa menyehatkannya. Dan, sebagaimana hati terkadang merasa sakit dengan sakit yang dirasakan oleh badan, demikian pula badan, ia sering merasa sakit dengan sakit yang dirasakan oleh hati, ia menjadi malang karena kemalangan yang dirasakan oleh hati.

Beberapa penyakit hati yang bisa dihilangkan dengan obat-obat alamiah adalah termasuk jenis penyakit badan. Dan hal itu terkadang tidak menjadi faktor satu-satunya yang menyebabkannya celaka atau disiksa setelah ia mati. Adapun penyakit-penyakit hati yang tidak bisa sembuh kecuali dengan obat imaniyah Nabawiyah maka itulah yang menjadi faktor penentu bagi kecelakaan dan siksa kekal, jika ia tidak mendapatkan obat-obat yang merupakan lawan daripadanya. Jika ia menggunakan obat-obatan itu maka penyakitnya akan sembuh. Karena itu dikatakan, "Ia telah sembuh dari marahnya." Bila musuh hati sedang menguasai maka hal itu akan menyakitkannya dan bila ia sadar daripadanya maka hatinya akan sembuh. Allah befirman,

"Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman dan menghilangkan kemarahan orang-orang Mukmin. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya."
(At-Taubah: 14-15).

Allah memerintahkan agar mereka memerangi musuh-musuh mereka, dan Dia memberitahukan bahwa di dalamnya ada enam manfaat.

Marah adalah menyakitkan hati, obatnya dengan meredakan kemarahan itu, jika ia mengobatinya dengan yang haq, niscaya ia akan sembuh, tetapi jika ia mengobatinya dengan kezaliman dan kebatilan maka penyakit itu akan semakin bertambah, sedang dia menyangka bahwa hal itu akan menyembuhkannya. Ia laksana orang yang mengobati penyakit rindu dengan melakukan maksiat bersama orang yang dirindukannya, padahal itu akan menambah penyakitnya, akan timbul penyakit lain yang lebih sulit dari sekedar rindu. Hal ini insya Allah akan kita bahas kemudian secara rinci. Kegundahan, kegelisahan dan kesedihan juga merupakan penyakit-penyakit hati, dan untuk mengobatinya yaitu dengan mencarikan hal yang berlawanan dengannya yakni kesenangan dan kegembiraan. Jika hal itu ia obati dengan haq maka had akan menjadi sembuh dan sehat dari penyakitnya. Dan jika diobati dengan yang batil niscaya penyakit itu akan tetap bersembunyi dan menyelinap, ia akan tetap ada bahkan menyebabkan penyakit-penyakit lain yang lebih sulit dan lebih berbahaya.

Demikian pula kebodohan, ia adalah penyakit yang menyakitkan hati, dan di antara manusia ada yang mengobatinya dengan ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat, sedang dia mempercayai bahwa dengan ilmu-ilmu tersebut maka penyakitnya telah hilang. Padahal yang sesungguhnya, hal itu hanya malah menambah penyakit lain atas penyakitnya, tetapi hati tidak mau mempedulikan sakit yang dikandungnya, disebabkan oleh kebodohannya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat, yang ia merupakan syarat bagi kesehatan dan kesembuhannya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang orang-orang yang berfatwa dengan kebodohannya, sehingga menjerumuskan orang-orang yang meminta fatwa padanya, beliau bersabda,

"Mereka membunuh orang tersebut, semoga Allah membunuh mereka, mengapa mereka tidak bertanya saat mereka tidak mengerti? Sesungguhnya sembuhnya penyakit adalah dengan bertanya. "*)

Demikian pula dengan orang yang ragu dan bingung, hatinya akan merasa sakit sampai ia mendapatkan ilmu dan keyakinan. Dan karena keraguan membuat hati menjadi panas maka kepada orang yang mendapatkan keyakinan dikatakan, hatinya sejuk, keyakinan membuatnya sejuk. Juga seseorang akan merasa sempit dengan kebodohan dan ketersesatannya dari jalan kebenaran. Sebaliknya, akan merasa lapang dengan petunjuk dan ilmu.

Allah befirman,

"Siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscayaDia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seakan-akan ia sedang mendaki ke langit." (Al-An’am: 125).

Pembahasan mengenai sesak dada, sebab dan pengobatannya insya Allah akan kita kaji kemudian.
Maksudnya, di antara penyakit hati ada yang hilang dengan obat-obatan alamiah, tetapi ada pula di antaranya yang tidak dapat hilang kecuali dengan obat-obatan syariat dan iman. Dan hati memiliki kehidupan dan kematian, sakit dan sehat, dan itulah sesuatu yang paling agung yang dimiliki oleh badan.

(Ighatsatul Lahfan – Ibnul Qoyyim Al Jauziyah)

*) Abu Daud dan Daruquthni meriwayatkan dari Jabir, ia berkata, "Kami keluar dalam suatu perjalanan, lalu seorang dari kami tertimpuk batu sehingga ia terluka kepalanya, kemudian ia mimpi basah, lalu ia bertanya kepada para sahabatnya, "Apakah kalian mendapatkan rukhshah untukku sehingga aku bertayamum?" Mereka menjawab, "Kami tidak mendapatkan rukhshah untukmu, sedangkan engkau bisa menggunakan air." Orang itu lalu mandi dan kemudian meninggal. Ketika kami menghadap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, kepada beliau dikisahkan peristiwa tersebut. Maka beliau bersabda, "Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka. Mengapa mereka tidak bertanya saat mereka tidak menge-tahui?" (Lihat Muntaqal Akhbar, 1/161, no.452).

Mengobati Penyakit Hati Dari Syetan



Ini adalah bab terpenting dan paling bermanfaat di antara bab-bab buku ini. Orang-orang ahli suluk*) tidak memperhatikannya sebagaimana perhatian mereka terhadap aib dan keburukan nafsu.Dalam bab tersebut mereka sangat mendalaminya, tetapi tidak dalam bab ini.

Orang yang merenungkan Al-Qur’an dan As-Sunnah tentu akan mendapatkan bahwa penyebutan keduanya terhadap masalah syetan, tipu daya dan untuk memeranginya lebih banyak daripada penyebutan-nya kepada masalah nafsu. Nafsu madzmumah (yang buruk dan jahat) disebutkan dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (Yusuf: 53).

Nafsu lawwamah (yang suka mencela) disebutkan dalam firman-Nya,

“Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).” (Al-Qiyamah: 2).

Demikian juga nafsu madzmumah disebutkan dalam firman-Nya,

“Dan (ia) menahan diri dari keinginan hawa nafsunya.” (An-Nazi’at: 40).

Adapun masalah syetan, ia disebutkan dalam banyak tempat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Peringatan Tuhan kepada hamba-Nya dari godaan dan tipu daya syetan lebih banyak daripada peringatan-Nya dari nafsu, dan itulah kelaziman yang sebenarnya. Sebab kejahatan dan rusaknya nafsu adalah karena godaannya. Maka godaan syetan itulah yang menjadi poros dan sumber kejahatan atau ketaatannya.

Allah memerintahkan hamba-Nya agar berlindung dari syetan saat membaca Al-Qur’an atau lainnya. Dan ini adalah karena betapa sangat diperlukannya berlindung diri dari syetan. Sebaliknya, Allah tidak memerintahkan, meski dalam satu ayat, agar kita berlindung dari nafsu.

Berlindung dari kejahatan nafsu hanya kita dapatkan dalam Khuthbatul Hajah dalam sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,

“Dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan-kejahatan nafsu kami dan dari keburukan-keburukan perbuatan kami.” Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menghimpun isti’adzah (permohonan perlindungan) dari kedua hal tersebut (syetan dan nafsu) dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, “Bahwasanya Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu berkata, Wahai Rasulullah! Ajarilah aku sesuatu yang harus kukatakan jika aku berada pada pagi dan petang hari’ Beliau meniawab. ‘Katakanlah. “Ya Allah Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Pencipta segenap langit dan bumi, Tuhan dan pemilik segala sesuatu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan nafsuku dan dari kejahatan syetan serta sekutunya, (aku berlindung kepada-Mu) dari melakukan kejahatan terhadap nafsuku atau aku lakukannya kepada seorang Muslim.” Katakanlah hal ini jika engkau berada pada pagi dan petang hari dan saat engkau akan tidur. (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia men-shahih-kannya, Abu Daud, Ad-Darimi dengan sanad shahih).

Hadits di atas mengandung isti’adzah dari semua kejahatan, sebab-sebab serta tujuannya. Dan bahwa semua kejahatan itu tak akan keluar dari nafsu atau syetan. Adapun tujuannya, ia bisa kembali kepada yang melakukannya atau kepada saudaranya sesama Muslim. Jadi hadits di atas menjelaskan dua sumber kejahatan yang dari keduanya semua kejahatan berasal dan menjelaskan dua macam tujuan kejahatan itu menimpa..

(Ighatsatul Lahfan, Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah)

Khamis, 14 April 2011

Keagungan Bismillah



Dalam Hadits Rasulullah saw bersabda, “Setiap pekerjaan yang baik, jika tidak dimulakan dengan “Bismillah” (menyebut nama Allah) maka (pekerjaan tersebut) akan terputus (dari keberkahan Allah)”.


Dalam sehari-hari kita tentu selalu melakukan kegiatan dan aktiviti, tanpa kegiatan dan aktiviti kehidupan kita akan hampa, hambar dan tidak produktif. Kegiatan tersebut boleh dilakukan dimana sahaja, di rumah, di pejabat, di jalan, di warung, di pasar, di sekolah dan ditempat-tempat lainn. Dan –bagi orang beriman- kegiatan atau aktiviti adalah sarana menebar kebajikan, baik kata mahupun perbuatan selalu memberikan kebaikan pada dirinya dan orang lain. Bukankah Rasulullah saw mengumpamakan jati diri seorang muslim seperti seekor lebah. Makanan yang dimakan adalah baik dan yang dikeluarkan pun baik, lebah hinggap atau tinggal tidak pernah merosakkan yang lain.

Namun kadangkala kebanyakan dari kita tidak sedar memulai segala aktiviti atau kegiatan tanpa mengucapkan membaca kalimat bismillah, padahal diterima atau tidak amal perbuatan seseorang bergantung pada kalimat tersebut.
Ketika bangun tidur sudahkah kita mengucapkan alhamdulillah dan memulai aktiviti hari itu dengan bismillah?
Ketika akan mandi, berpakaian, sarapan pagi sudahkah kita memulainya dengan bismillah?
Ketika akan berangkat ke pejabat, keluar dari rumah, naik kendaraan sudahkah kita memulainya dengan bismillah?
Ketika di pejabat, sudahkah ketika kita masuk ruangan pejabat, menyalakan komputer, membuka berkas atau file, membuka rapat, menulis, membaca memulainya dengan bismillah?
Begitu banyak lagi aktiviti yang kita lakukan dalam keseharian kita, namun sudahkan kita memulainya dengan bismillah??
Kadang kita menganggap hal tersebut adalah ringan, padahal di sisi Allah merupakan kebaikan yang bernilai besar, diberkahi atau tidaknya perbuatan dan aktiviti seseorang bergantung pada saat mulanya.
Sebenarnya apakah keistimewaan dari bismillah sehingga Allah dan Rasul-Nya mensyariatkan kepada kita untuk memulakan segala aktiviti, perbuatan dan kegiatan dengan membaca bismillah?



Sebahagian ulama salaf mengatakan bahawa “bismillah merupakan inti kandungan ajaran Islam” kerana di situ ada unsur keyakinan terhadap Allah yang telah memberikan kekuatan sehingga seseorang dapat melakukan aktiviti yang diinginkan, pangakuan akan ketidakberdayaan seseorang di hadapan Allah Taala. “La haula wala quwwata illa billah (Tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah). Apalagi kalau bacaannya kita sempurnakan dengan kata bismillahirrahmanirrahim maka kita telah meyakini akan kebesaran Allah yang telah memberikan nikmat dan karunia, kasih sayang dan rahimnya kepada seluruh makhluk-Nya.




Jika kita teliti secara bahasa, maka akan kita dapatkan keagungan kalimah bismillahirrahmanirrahim. kata Bismillah misalnya merupakan tiga rangkaian kata yang mengandung erti yang agung iaitu Ba (bi), Ism, dan Allah.

1. Huruf ba yang dibaca bi di sini mengandung dua erti:
Pertama: huruf bi yang diterjemahkan dengan kata “dengan” menyimpan satu kata yang tidak terucapkan tetapi harus terlintas dalam benak ketika mengucapkan basmalah, iaitu memulai. Sehingga bismillah bererti “saya atau kami memulai dengan nama Allah”. Dengan demikian kalimat tersebut menjadi semacam doa atau pernyataan dari pengucap. Atau dapat juga diertikan sebagai perintah dari Allah (walaupun kalimat tersebut tidak berbentuk perintah), “Mulailah dengan nama Allah!”.
Kedua: huruf bi yang diterjemahkan dengan kata “dengan” itu, dikaitkan dalam benak dengan kata “kekuasaan dan pertolongan”. Pengucap basmalah seakan-akan berkata, “dengan kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, pekerjaan yang sedang saya lakukan ini dapat terlaksana”. Pengucapnya seharusnya sedar bahawa tanpa kekuasaan Allah dan pertolongan-Nya, apa yang sedang dikerjakannya itu tidak akan berhasil. Ia menyedari kelemahan dan keterbatasan dirinya tetapi pada saat yang sama –setelah menghayati erti basmalah ini – ia memiliki kekuatan dan rasa percaya diri kerana ketika itu dia telah menyandarkan dirinya dan bermohon bantuan Allah Yang Maha Kuasa itu.

2. Kata Ism setelah huruf bi terambil dari kata as-sumuw yang bererti tinggi dan mulia atau dari kata as-simah yang bererti yang bererti tanda. Kata ini biasa diterjemahkan dengan nama. Nama disebut ism, kerana ia seharusnya dijunjung tinggi atau kerana ia menjadi tanda bagi sesuatu.
Syaikh Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan dengan penyebutan nama di sini bererti dirinya memulai pekerjaan dengan nama Allah dan atas perintahnya bukan atas dorongan hawa nafsu belaka.
Penyebutan nama Allah diharapkan pekerjaan itu menjadi kekal disisi Allah. Di sini bukannya Allah yang nama-Nya disebut itu yang kita harapkan menjadi kekal kerana Dia justru Maha Kekal. Namun yang kita harapkan adalah agar pekerjaan yang kita lakukan itu serta ganjarannya menjadi kekal sampai hari kemudian. Banyak pekerjaan yang dilakukan seseorang tetapi tidak mempunyai bekas apa-apa terhadap dirinya atau masyarakatnya, apalagi berbekas dan ditemui ganjarannya di hari kemudian. Demikianlah Allah mentamsilkan perbuatan orang-orang yang kafir yang tidak dibarengi dengan keikhlasan kepada Allah, “Dan Kami hadapi hasil-hasil karya mereka (yang baik-baik itu), kemudian Kami jadikan ia (bagaikan) debu yang beterbangan (sia-sia belaka). (QS 25: 23)

3. kata Allah, berakar dari kata walaha yang bererti menghairankan atau menakjubkan. Jadi Tuhan dinamakan Allah kerana segala perbuatan-Nya menakjubkan dan menghairankan. Kerana itu terdapat petunjuk yang menyatakan, “Berfikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berfikir tentang Dzat-Nya”.
Sementara itu sebagian ulama mengungkapkan bahawa kata Allah terambil dari kata aliha – ya’lahu yang bererti menuju dan bermohon. Tuhan dinamai Allah kerana seluruh makhluk menuju serta bermohon kepada-Nya dalam memenuhi keperluan mereka, atau juga bererti menyembah dan mengabdi, sehingga lafazh Allah bererti “Zat yang berhak disembah dan kepada-Nya tertuju segala pengabdian”.
Syaikh Mutawalli Sya’rawi, seorang guru besar pada universitas Al-Azhar, ulama kontemporeri dan pakar bahasa menyebutkan dalam tafsirnya tentang keistimewaan lafadz Allah ; “Lafadz Allah selalu ada dalam diri manusia, walaupun ia mengingkari wujud-Nya dengan ucapan atau perbuatannya. Kata ini selalu menunjuk kepada Dia yang diharapkan bantuan-Nya itu. Perhatikanlah kata Allah. Bila huruf pertamanya dihapus, maka ia akan terbaca Lillah yang ertinya “demi/kerana Allah”. Bila satu huruf berikutnya dihapus, akan terbaca lahu, yang ertinya untuk-Nya. Bila huruf berikutnya dihapus, maka ia akan tertulis huruf ha yang dapat dibaca hu (huwa) yang ertinya Dia”.




Apabila anda berkata Allah maka akan terlintas atau seyogianya terlintas dalam benak Anda segala sifat kesempurnaan. Dia Mahakuat, mahabijaksana, Mahakaya, Maha Berkreasi, Mahaindah, Mahasuci dan sebagainya. Seseorang yang mempercayai Tuhan, pasti meyakini bahawa Tuhannya Mahasempurna dalam segala hal, serta Mahasuci dari segala kekurangan.
Sifat-sifat Tuhan yang diperkenalkan cukup banyak. Dalam salah satu hadits dikatakan bahawa sifat (nama-nama) Tuhan berjumlah sembilan puluh sembilan nama (sifat).

Demikian banyak sifat (nama) Tuhan, namun yang terpilih dalam basmalah hanya dua sifat, iaitu Ar-Rahman dan Ar-Rahim yang keduanya terambil dari akar kata yang sama. Agaknya sifat ini dipilih, kerana sifat itulah yang paling dominan. Dalam hal ini Allah dalam Al-Quran menegaskan “Rahmat-Ku mencakup segala sesuatu”. (QS 7: 156). Sebuah hadits Qudsi menyebutkan bahawa rahmat Allah mengalahkan amarah-Nya.

Kedua kata tersebut, Ar-Rahman dan Ar-Rahim, berakar dari kata Rahm, yang bererti peranakan atau kandungan. Apabila disebut kata Rahim, maka yang terlintas di dalam benak adalah ibu dan anak, dan ketika dapat terbayang betapa besar kasih sayang yang dicurahkan sang ibu kepada anaknya. Tetapi, jangan disimpulkan bahawa sifat Rahmat Tuhan sepadan dengan sifat rahmat ibu.
Abu Hurairah meriwayatkan sabda Rasulullah saw yang mendekatkan gambaran besarnya rahmat Tuhan: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Allah SWT menjadikan rahmat itu seratus bagian, disimpan di sisi-Nya sembilan puluh sembilan dan diturunkan-Nya ke bumi itu satu bagian. Satu bagian inilah yang dibagi pada seluruh makhluk. (begitu ratanya sampai-sampai satu bagian yang dibagikan itu diperoleh pula oleh) seekor binatang yang mengangkat kakinya kerana dorongan kasih saying, khawatir jangan sampai menginjak anaknya”. (HR. Muslim)
Dalam ungkapan lainnya disebutkan bahawa kata Rahman adalah merupakan sifat kasih sayang Allah kepada seluruh makhluk-Nya yang diberikan di dunia, baik manusia beriman atau kafir, binatang dan tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya. Bukankah kita –dengan kasih sayang-Nya- telah diberikan kehidupan, diberikan kemudahan menghirup udara, kemudahan berjalan, berlari dan melakukan segala aktivitinya, walaupun sangat sedikit dari kita mau merenungkan apalagi mensyukuri segala nikmat tersebut? Allah senantiasa memberikan kasih sayang-Nya kepada manusia sekalipun mereka ingkar kepada-Nya.

Sementara itu kara Rahim diberikan secara khusus oleh Allah kelak nanti dialam akhirat iaitu hanya bagi mereka yang beriman dan mensyukuri segala kenikmatan yang telah dianugrahkan kepada mereka. Kasih sayang-Nya secara khusus diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang mengabdikan dirinya kepada Allah dan yakin bahawa semua kenikmatan adalah bersumber dari Allah. Bahkan yakin bahawa segala amal ibadahnya, perbuatan baiknya tidak akan menjamin akan dirinya masuk ke syurga-Nya kecuali kerana Rahmat-Nya.


Suatu hari Rasulullah saw berpesan kepada para sahabatnya, “Bersegeralah kalian berbuat baik dan perkuatlah hubungan kepada Allah. Dan ketahuilah bahawa amal kalian tidak menjamin kalian masuk syurga. Sambil kehairanan para sahabat bertanya, “Termasuk Engkau wahai Rasulullah”? Rasulullah saw menjawab, “Betul, termasuk saya.. kecuali jika Allah menganugerahkan rahmat-Nya dan karunia-Nya kepadaku”. Wallahu a’lam.

Ahad, 10 April 2011

Surah al-'Ashr Ayat 2-3: Menjadi Manusia Beruntung di Dunia dan Akhirat

“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (Q.S. al-‘Ashr: 2-3)

Di dalam Al-Qur’an surah al-‘Ashr ayat ke-2 ini Allah dengan tegas menjelaskan bahwa sesungguhnya seluruh manusia itu berada dalam kerugian. Tidak ada manusia di dunia ini yang beruntung. Namun di ayat selanjutnya, yaitu ayat ke-3 ternyata Allah memberikan pengecualian. Kepada siapa? Yaitu kepada orang yang memenuhi keempat syarat yang telah Allah gariskan. Yaitu:

1. beriman kepada Allah
2. mengerjakan amal saleh
3. saling menasihati dalam kebenaran
4. saling menasihati dalam kesabaran.

Dan kita sebagai manusia yang tergolong kedalam golongan manusia yang beruntung harus memenuhi keempat syarat tersebut. Tetapi, mengapa kita harus memenuhi keempat syarat tersebut untuk menjadi manusia yang beruntung?


1. Beriman kepada Allah

Untuk menjadi manusia yang beruntung, maka kita harus menjadi manusia yang beriman kepada Allah, menjadi manusia yang percaya kepada Allah, menjadi manusia yang mengenal siapa Rabbnya, manusia yang mengenal siapa Tuhannya, manusia yang mengenal siapa sebenarnya penciptanya.
Manusia yang beruntung adalah manusia yang tidak hanya beruntung di dunia namun juga beruntung di akhirat. Dan jika kita ingin sukses di dunia dan selamat di akhirat, maka percaya dan kenalilah penguasa dunia dan akhirat. Jika kita ingin sukses di dunia, maka kita harus beriman kepada pencipta dunia. Siapakah dia? Siapa lagi kalau bukan Allah subhanahu wata’ala.
Masih ingatkah kita kepada ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kaum Quraisy? Beliau bersabda, “Maukah kalian kuajarkan kalimat yang dengannya kalian bisa menguasai dunia?”. Lalu kaum Quraisy berkata, “Apakah itu?”. Nabi menjawab, “ucapkanlah ayhadu an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah!”. Lalu kaum Quraisy pun mengejek beliau. Namun ternyata ucapan beliau terbukti hanya beberapa belas tahun setelah beliau meninggal.
Ada Umar bin Khattab, sang al-Faruq yang berhasil menyebarkan panji dakwah hingga ke negeri Persia dan Romawi, ada Abu Ubaidah bin Jarrah yang telah menundukkan Syam, ada Sa’ad bin Abi Waqqash sang penakluk Persia, ada Amr bin Ash sang pembebas Mesir. Apa sebenarnya yang membuat mereka menjadi manusia luar biasa padahal sebelumnya mereka hanya manusia biasa? Apa sebenarnya yang mengangkat derajat Bilal bin Rabah dan Zaid bin Haritsah yang dari seorang budak menjadi seorang ksatria? Apa sebenarnya yang mengangkat derajat Ammar bin Yasir yang papa dan lemah tak berdaya menjadi manusia yang perkasa? Semuanya berasal dari satu kekuatan! Yaitu kekuatan iman yang menancap di lubuk hati mereka. Kekuatan iman yang mampu mengubah mereka menjadi singa yang garang ketika berjihad dan berperang dan mampu mengubah mereka menjadi manusia berhati selembut sutra kepada saudara mereka. Mereka berhasil menggenggam dunia dan selamat di akhirat. Karena di akhirat nanti mereka akan ditanya oleh Dzat yang mereka imani hingga akhirnya mereka mampu selamat di alam sana.
Bandingkan dengan kondisi para pembesar dunia yang tidak ada keimanan dalam hati mereka. Apakah mereka menjadi manusia yang beruntung? Memang mereka beruntung di dunia. Namun sayang, di akhirat mereka celaka. Tidakkan anda perhatikan bagaimana besar dan banyaknya kekayaan Fir’aun dan Qarun? Namun ternyata Allah membinasakan mereka dalam keadaan yang hina! Mengapa? Karena di hati mereka tidak ada secuil pun keimanan kepada Rabb alam semesta.


2. Mengerjakan amal saleh

Manusia yang beruntung adalah manusia yang dalam kehidupannya terus dan tetap istiqamah beribadah kepada Allah. Ibadah mereka tidak hanya sebatas shalat, puasa, dan zakat saja. Tetapi ibadah mereka lebih luas daripada itu. Ibadah mereka adalah segala sesuatu amal kebaikan yang mereka kerjakan. Mereka mampu menjadikan hidup ini sebagai ladang untuk beramal. Caranya? Tentu saja mengerjakan amal saleh.
Tidak peduli seberapa besar amal saleh yang anda kerjakan. Namun yang paling penting adalah bagaimana anda konsisten dengan perbuatan anda tersebut. Bagaimana anda memegang teguh prinsip kebaikan anda. Dan tahukah anda? Bahwa sebenarnya banyak manusia-manusia biasa yang menjadi manusia yang menjadi luar biasa karena mereka mampu memegang teguh prinsip yang mereka pegang. Mereka mampu melakukan totalitas dalam kesalehan mereka.
Lihat saja Utsman bin Affan. Beliau adalah orang yang sangat pemalu. Saking pemalunya hingga malaikat pun malu kepadanya. Dan dirinya memang konsisten dengan rasa malunya. Dirinya malu jika dirinya menikmati air yang segar sedangkan yang lainnya kesusahan mencari air, hingga akhirnya dia membeli sumur Rum. Dirinya malu jika hartanya tidak disumbangkan di jalan Allah. Maka pada Perang Tabuk, dirinya menyediakan sepertiga keperluan pasukan.
Atau mungkin sosok Abu Bakar mampu menjadi teladan. Dirinya mampu konsisten dalam membenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga akhirnya beliau disebut ash-shiddiq. Atau Umar bin Khattab yang konsisten dengan hatinya yang teguh bak batu karang. Dirinya benar-benar memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Tidak ada yang abu-abu di dalam pandangannya. Hingga akhirnya beliau disebut al-Faruq.
Dan sosok agung lainnya adalah Abdullah bin Amr bin Ash. Sang ahli ibadah yang dengan konsisten dirinya terus beribadah dan bermunajat kepada Allah. Saking hebatnya ibadahnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri yang terjun langsung menangani perkaranya (yang terlalu sering beribadah).



3. Saling menasihati dalam kebenaran

Setiap manusia tentu saja pernah melakukan kesalahan. Dan memang kesalahan adalah hal yang manusiawi. Namun, yang menjadi permasalahannya adalah sampai kapan kita melakukan kesalahan tersebut? Tentu saja kita tidak akan selamanya melakukan kesalahan. Namun kita butuh seseorang yang meluruskan kita jika langkah kita mulai menyimpang. Dan orang yang paling beruntung adalah orang yang mendapat nasihat dan orang yang jika dirinya berada dalam kesalahan, maka yang lainnya berusaha untuk meluruskan dirinya.
Karena itu, manusia yang paling beruntung adalah manusia yang saling menasihati dalam kebenaran. Karena memang manusia sering melangkah menuju kesalahan. Saling menasihati dalam kebenaran merupakan sebuah perkara yang agung, karena dengannya kita mampu merubah lingkungan kita ke arah yang lebih baik, kita mampu membentuk generasi yang lebih bagus dibandingkan sebelumnya, kita mampu melahirkan pribadi-pribadi tangguh yang mampu menjadi pembesar dunia dan akhirat.
Dalam lintasan sejarah, banyak nama manusia agung yang harum sepanjang zaman. Contohnya saja Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Imam Abu Hanifah. Mengapa nama mereka mampu dikenal oleh manusia hingga saat ini? Karena mereka berdakwah dan menyeru kepada kebenaran. Mereka memperbaiki lingkungan mereka ke arah yang lebih baik. Mereka berhasil membentuk generasi yang berilmu melalui sistem saling menasihati dalam kebenaran.
Masih ingatkah kita kepada pidato Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz ketika mereka diangkat sebagai khalifah?
“Taatilah jika aku berada dalam kebenaran dan luruskanlah aku jika aku menyimpang!”
Karena itu, tidak heran Allah menyebutkan orang yang saling menasihati dalam kebenaran termasuk ke dalam golongan manusia yang beruntung. Karena lewat nasihat dalam kebenaran, mereka mampu meluruskan lingkungan mereka. Mereka mampu mempengaruhi sekitar mereka untuk menjadi lebih baik. Dan lewat nasihat dalam kebenaran itulah kita mampu untuk tetap melangkah di manhaj kebenaran yang telah Allah gariskan.


4. Saling menasihati dalam kesabaran

Sebagai manusia biasa, tentu saja kita pernah mendapatkan ujian dari Allah. Dan sebenarnya bentuk ujian tersebut merupakan salah satu perlambang ketulusan keimanan kita kepada Allah. Dan memang, keimanan kita tentu sering diuji. Baik itu lewat musibah, bencana, dll.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S al-Baqarah: 155)
Dan kita sebagai manusia sering sekali tidak mampu menahan diri kita sendiri. Kita sering berputus asa jika kita menghadapi ujian.
“...Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (Q.S. Yusuf: 87)
Dan jika kita ingin menjadi manusia yang beruntung, maka kita harus mampu menjadi manusia yang saling menasihati dalam kesabaran satu sama lain. Mengapa?
Seperti yang kita ketahui, bahwa dunia ini adalah tempatnya ujian dari Allah. Dan tentu jika kita ingin lulus dari ujian ini, maka kita harus memiliki kesabaran dalam menghadapi ujian tersebut. Kita tidak akan mampu melangkah maju jika langkah kita terhenti hanya karena kita tidak mampu bersabar.
Dan dalam sejarah, begitu banyak orang-orang yang namanya harum dalam sejarah karena mereka mampu menaklukkan ujian dengan kesabaran dan niat yang tinggi. Lihat saja kehidupan Imam Ahmad bin Hanbal. Seorang yang miskin lagi yatim, namun dengan kesabaran yang ekstra dirinya mampu mengarungi padang pasir yang luas dari Irak ke Yaman demi menuntut ilmu. Padahal umurnya saat itu masih 15 tahun!
Atau mungkin kisah sahabat dan golongan orang-orang yang paling awal masuk Islam mampu menjadikan kita lebih bisa merenung. Mereka, generasi pertama kaum muslimin, menghadapi ujian yang sangat luar biasa. Mereka kerap dihina, dihujat, dan tidak jarang disiksa. Bahkan kedua orang tua Ammar bin Yasir, yaitu ayahnya dan ibunya yang bernama Sumayyah, menjadi korban. Namun siapa sangka, ternyata orang-orang yang awalnya tertindas mampu bangkit menjadi manusia penguasa dunia!
Bilal bin Rabah memang hanya budak biasa, perantauan dari Habasyah. Namun siapa sangka dirinya mampu menjadi penggerak dakwah Islam? Dirinya yang yang berdzikir dengan kalimat “ahad..ahad...” ternyata mampu menjadi pahlawan penegak kalimat Ahad di muka bumi!
Atau mungkin Khabbab bin Arats, seorang pandai besi yang disiksa oleh para pembelinya, ternyata dirinya mampu mengajarkan Islam kepada Said bin Zaid dan Fatimah binti Khattab yang berlanjut kepada Islamnya Umar bin Khattab!
Atau mungkin Abu Ubaidah bin Jarrah yang pada perag Badar harus bersabar karena dirinya mengalami bencana yang besar. Yaitu ayahnya terbunuh sebagai kafir. Namun siapa yang membunuh ayahnya? Ternyata yang membunuhnya adalah anaknya sendiri! Yang membunuhnya adalah Abu Ubaidah! Namun ujian bukan menjadi halangan baginya untuk menjadi pahlawan penakluk Syam!
Mereka, generasi awal umat Islam, telah mengajarkan kita banyak hal. Yaitu dengan saling menasihati dalam kesabaran, mereka mampu menjadi tonggak dan pondasi yang kokoh bagi umat terbaik di dunia, umat Islam!
Karena itu, untuk menjadi orang yang beruntung, yaitu orang yang sukses di dunia dan selamat di akhirat, kita harus mampu melaksanakan keempat kriteria tersebut. Jika kita belum melaksanakan semuanya, maka kita belum menjadi manusia yang beruntung secara keseluruhan.
Wallahu a’lam

APAKAH KANAK KANAK TIDAK BOLEH DUDUK DI SAF HADAPAN....?

Seringkali kita melihat kanak-kanak apabila memasuki masjid, mereka dipisahkan dari ibubapa mereka. Sudah menjadi kelaziman, kanak-kanak ditempatkan di saf yang terbelakang. Tidak kurang juga kita melihat terdapat AJK masjid ditugaskan khas bagi memastikan agar kanak-kanak ini pergi ke tempat yang dikhusus untuk mereka.

Tidak kiralah, samada mereka sampai awal atau pun tidak, mereka tetap akan diletakkan disaf belakang, Keadaan yang lebih sedih lagi, terdapat kanak-kanak yang sampai awal, duduk di saf pertama disuruh berpindah ke saf belakang.

Tindakan ini disebabkan di khuatiri kanak-kanak ini mungkin akan mengganggu jemaah yang bersolat di saf hadapan. Ada kemungkinan mereka akan bermain-main atau menangis, dan ini akan mengalih konsentrasi jemaah yang berada di saf tersebut. Alasan ini yang menyebabkan masjid mempunyai saf khas untuk kanak-kanak bersolat.

Ada juga diantara pihak masjid yang melaksanakan larangan ini disebabkan terdapatnya riwayat yang melarang membawa kanak-kanak kemasjid. Didalam Sunan Ibn Majah, kitab masjid dan jemaah, bab apa yang tidak disukai didalam masjid, dkatakan Nabi :saw bersabda :-

جنبوا مساجدكم صبيانكم ومجانينكم وشراركم وبيعكم وخصوماتكم ورفع أصواتكم وإقامة حدودكم وسل سيوفكم واتخذوا على أبوابها المطاهر وجمروها في الجمع
"Jauhi masjid kamu dari kanak-kanak kamu, orang gila, jual beli kamu, pertengkaran kamu, ketinggian suara kamu, perlaksanaan Hudud dan mempamerkan pedang kamu. Jadikan tempat membasuh dan wudhu' berdekatan dengan pintunya dan mewangikannya pada hari Jumaat" [Riwayat Ibn Maajah #750].

Hadith ini Dhaef menurut Ibn al-Jauzi, Munziri, Haitaimi, Ibn Hajar al-Asqalani dan Busyairi. Syeikh Abdul Haqq al-Ishbeli mengatakan bahawa hadith ini tidak berasas. Maka hadith diatas ini tidak boleh dijadikan dalil melarang kanak-kanak dari pergi ke masjid.

Disana terdapat sebuah hadith sahih menjelaskan siapakah yang harus berada dibelakang Imam. Riwayat dari Abdulllah bin Mas'ud ra, Nabi :saw bersabda :-

يَلِني منكم أُولُو الأحْلامِ والنُّهى
"Jadikan dibelakangku mereka yang kalangan kamu yang alim dan matang" [Hadith Riwayat Muslim, #432]

Syeikh Ibn Baaz rh semasa menjelaskan hadith ini mengatakan bahawa ini bermakna orang yang alim dan matang digalakkan datang awal dan melakukan solat dihadapan jemaah-jemaah lain [1]. Hadith ini tidak menunjukkan larangan kepada kanak-kanak untuk duduk dai saf awal.

Malah Imam al-Nawawi rh. juga menjelaskan bahawa adalah mustahab bagi seorang kanak-kanak berdiri diantara dua orang dewasa agar dia dapat mempelajari pergerakan solat dari mereka. [2]. al-Hafiz Ibn Hajar al-'Asqalani menjelaskan bahawa Ibn Abbas bersama-sama dengan jemaah bersolat jenazahHsemasa Nabi :saw melakukan Haji Wadaa' sedangkan beliau belum baligh.

Peristiwa diatas ini jelas menunjukkan bahawa kanak-kanak tidak dilarang berada di saf hadapan.

Bagaimana pula dalam situasi kanak-kanak yang berada di saf hadapan itu dipindahkan kepada saf yang ke belakang? Syeikh Abdul Aziz bin Baaz rh mengatakan bahawa perbuatan ini menyalahi hadith sahih dimana Abdullah bin Umar ra, meriwayatkan bahawa Nabi :saw bersabda :-

لا يقيم الرجل الرجل من مجلسه ثم يجلس فيه
"Tidak boleh seorang lelaki menyuruh seorang lelaki yang lain berdiri dari tempat duduknya, kemudian dia pun duduk (menggantikannya) ditempatnya" [Hadith Sahih Riwayat al-Bukhari, al-Jaami' al-Sahih, no: 6269].

Syiekh bin Baaz rh [1] menegaskan bahawa jika kanak-kanak itu telah duduk disaf dapan, mereka tidak boleh dipindahkan ke saf yang yang belakang, dan makmum tersebut pula menggantikan tempat mereka. Adalah menjadi hak kepada sesiapa saja yang sampai awal untuk duduk disaf yang hadapan.

Syiekh Ibn Utsaimin rh. [4] mengatakan bahawa pandangan mengalihkan kanak-kanak yang telah duduk di saf awal perlu dikaji semula. Beliau berpandangan bahawa kanak-kanak pergi awal ke masjid dan duduk di saf yang awal perlulah dihargai perbuatan mereka. Mereka mempunyai hak untuk duduk dimana-mana ruang yang dibenarkan didalam masjid.

Kedua-dua Syiekh ini menyatakan beberapa implikasi kepada perbuatan mengalihkan kanak-kanak ini, berkemungkinan akan mengakibatkan perkara dibawah ini :-

* Kanak-kanak akan patah semangat untuk pergi ke masjid
* Kanak-kanak akan membenci orang yang memindahkan mereka. Ibn Utsaimin mengatakan bahawa kanak-kanak ini akan ingat peristiwa yang berlaku keatas mereka.
* Perbuatan ini juga akan menjejaskan semangat berlumba-lumba untuk pergi ke masjid.
* Ibn Utsaimin menyatakan bahawa jika kanak-kanak yang di tempatkan di bahagian belakang, ada kemungkinan juga mereka akan bermain-main dan membuat bising kerana tiada orang dewasa disebelahnya.

Ada dikalangan ulama' mencadangkan didalam saf yang panjang, yang betul-betul berada dibelakang Imam adalah mereka yang alim dan matang, dan disamping itu, jemaah yang lain termasuklah kanak-kanak boleh berada pada barisan hadapan.

Bapa juga berperanan mendisplinkan anak-anaknya agar mereka tidak bertindak nakal didalam masjid. Kanak-kanak perlu digalakkan bersolat di masjid oleh ibu-bapa mereka. Ia menjadi kewajipan ibu-bapa mengajar anak mereka bersolat, sebagaimana semua diantara kita sudah maklum dengan hadith berikut :-
مروا أولادكم بالصلاة لسبع واضربوهم عليها لعشر وفرقوا بينهم في المضاجع

"Suruhlah anak-anak kamu bersolat apabila umur mereka 7 tahun, dan pukullah mereka apabila mereka berumur 10 tahun, dan pisahkan mereka dari tempat tidur [kamu]" [Riwayat Abu Daud].

Syiekh Saleh al-Fawzan [5] mengatakan bahawa kanak-kanak yang telah masuk umur 7 tahun boleh dibawa ke masjid bagi tujuan latihan, proses pembesaran mereka dan menjelaskan amalan-amalan sunat kepada mereka. Bagi mereka yang bawah 7 tahun, tidak perlu bawa ke masjid melainkan mereka ini jenis yang tidak mengganggu orang sedang bersolat di masjid.

Kesimpulannya, tidak ada larangan bagi kanak-kanak untuk duduk di saf awal. Kanak-kanak yang telah duduk di saf awal, tidak boleh dipindahkan ke saf yang belakang. Bapa hendaklah memastikan anak-anak mereka berdisplin semasa membawa mereka ke masjid. Diharap pihak-pihak surau dan masjid dapat mengambil kira pandangan-pandangan yang membenarkan kanak-kanak dibawah umur ini bersolat di saf-saf yang awal. WA.
------------

1. Majmu’ Fataawa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah li Samaahat al-Sheikh Abdul Aziz ibn Baaz, 12/399

2. Kitab al-Majmu jilid 4. Jeddah : Maktabah Irsyad, ms.186

3. Fath al-Bari Jilid 4. Kaheah : Dar al-Hadith, 1998. ms. 244

Rabu, 6 April 2011

Indahnya Bersangka Baik Dan Bahayanya Bersangka Buruk

“Hubungan yang baik antara satu dengan lain dan khususnya antara muslim yang satu dengan muslim lainnya merupakan sesuatu yang harus dijalin dengan sebaik-baiknya. Ini kerana Allah telah menggariskan bahawa mukmin itu bersaudara. Itulah sebabnya, segala bentuk sikap dan sifat yang akan memperkukuh dan memantapkan persaudaraan harus ditumbuhkan dan dipelihara, sedangkan segala bentuk sikap dan sifat yang dapat merosak ukhuwah harus dihilangkan. Agar hubungan ukhuwah islamiyah itu tetap terjalin dengan baik, salah satu sifat positif yang harus dipenuhi adalah husnuzh zhan (berbaik sangka).

Oleh kerana itu, apabila kita mendapatkan informasi negatif tentang sesuatu yang terkait dengan peribadi seseorang apalagi seorang muslim, maka kita harus melakukan tabayyun (penyelidikan) terlebih dahulu sebelum mempercayainya apalagi meresponnya secara negatif, Allah berfirman yang ertinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang kamu telah lakukan.” Q.S Al-Hujuraat : 6

Manfaat Berbaik Sangka

Ada banyak nilai dan manfaat yang diperolehi seseorang muslim bila dia memiliki sifat husnuzh zhan kepada orang lain.

Pertama, hubungan persahabatan dan persaudaraan menjadi lebih baik, perkara ini kerana berbaik sangka dalam hubungan sesama muslim akan menghindari terjadinya keretakan hubungan. Bahkan keharmonian hubungan akan semakin terasa kerana tidak ada halangan psikologis yang menghambat hubungan itu.

Kedua, terhindar dari penyesalan dalam hubungan dengan sesama kerana buruk sangka akan membuat seseorang menimpakan keburukan kepada orang lain tanpa bukti yang benar, Allah berfirman sebagaimana yang disebutkan pada Surah Al-Hujuraat Ayat 6 di atas.

Ketiga, selalu berbahagia atas segala kemajuan yang dicapai orang lain, meskipun kita sendiri belum dapat mencapainya, perkara ini memiliki erti yang sangat penting, kerana dengan demikian jiwa kita menjadi tenang dan terhindar dari iri hati yang boleh berkembang pada dosa-dosa baru sebagai kelanjutannya. Ini bererti kebaikan dan kejujuran akan membawa kita pada kebaikan yang banyak dan dosa serta keburukan akan membawa kita pada dosa-dosa berikutnya yang lebih besar lagi dengan dampak negatif yang semakin banyak.

Ruginya Berburuk Sangka

Manakala kita melakukan atau memiliki sifat berburuk sangka, ada sejumlah kerugian yang akan kita perolehi, baik dalam kehidupan di dunia mahupun di akhirat.

Pertama, mendapat dosa. Berburuk sangka merupakan sesuatu yang jelas-jelas bernilai dosa, kerana disamping kita sudah menganggap orang lain tidak baik tanpa dasar yang jelas, berusaha menyelidiki atau mencari-cari keburukan orang lain, juga akan membuat kita melakukan dan mengungkapkan segala sesuatu yang buruk tentang orang lain yang kita berburuk sangka kepadanya, Allah berfirman yang ertinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang dan janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya yang lain. Adakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? (Jika demikian keadaan mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu, patuhilah larangan-larangan yang tersebut) dan bertakwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Penerima taubat, lagi Maha mengasihani.” Q.S Al-Hujuraat : 12

Kedua, dusta yang besar. Berburuk sangka akan membuat kita menjadi rugi, kerana apa yang kita kemukakan merupakan suatu dusta yang sebesar-besarnya, perkara ini disabdakan oleh Rasulullah : “Jauhilah prasangka itu, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta” HR. Muttafaqun alaihi

Ketiga, menimbulkan sifat buruk. Berburuk sangka kepada orang lain tidak hanya berakibat pada penilaian dosa dan dusta yang besar, tetapi juga akan mengakibatkan munculnya sifat-sifat buruk lainnya yang sangat berbahaya, baik dalam perkembangan peribadi mahupun hubungannya dengan orang lain, sifat-sifat itu antara lain ghibah, kebencian, hasad, menjauhi hubungan dengan orang lain dll. Dalam satu hadith, Rasulullah bersabda : “Hendaklah kamu selalu benar. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke syurga. Selama seseorang benar dan selalu memilih kebenaran dia tercatat di sisi Allah seorang yang benar (jujur). Berhati-hatilah terhadap dusta, sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Selama seseorang dusta dan selalu memilih dusta dia tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta. HR. Bukhari

Larangan Berburuk Sangka

Kerana berburuk sangka merupakan sesuatu yang sangat tercela dan mengakibatkan kerugian, maka perbuatan ini sangat dilarang di dalam Islam sebagaimana yang sudah disebutkan pada Surah Al-Hujuraat Ayat 12 di atas. Untuk menjauhi perasaan berburuk sangka, maka masing-masing kita harus menyedari betapa hal ini sangat tidak baik dan tidak benar dalam hubungan persaudaraan, apalagi dengan sesama muslim dan aktivis dakwah. Disamping itu, bila ada benih- benih di dalam hati perasaan berburuk sangka, maka perkara itu harus segera dicegah dan dijauhi kerana ia berasal dari godaan syaitan yang bermaksud buruk kepada kita. Dan yang lebih penting lagi adalah memperkukuh terus jalinan persaudaraan antara sesama muslim dan aktivis dakwah agar yang selalu kita kembangkan adalah berbaik sangka, bukan malah berburuk sangka.

Oleh kerana itu, Khalifah Umar bin Khattab menyatakan: Janganlah kamu menyangka dengan satu kata pun yang keluar dari seorang saudaramu yang mukmin kecuali dengan kebaikan yang engkau dapatkan bahawa kata-kata itu mengandungi kebaikan. Demikian perkara-perkara dasar yang harus mendapat perhatian kita dalam kaitan dengan sikap husnuzhzhan (berbaik sangka).

Ya Allah, bukakanlah ke atas kami hikmatMu dan limpahilah ke atas kami khazanah rahmatMu, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Wahai Tuhanku, tambahkanlah ilmuku dan luaskanlah kefahamanku. Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah urusanku.

“Seandainya engkau menyampaikan keburukan saudaramu, Jika itu benar, maka bererti kamu sudah membuka aib saudaramu, dan jika itu salah, maka engkau sudah melakukan fitnah “
KELEBIHAN AYAT KURSI



Ayat ini diturunkan setelah hijrah. Semasa penurunannya ia
telah diiringi oleh beribu-ribu malaikat kerana kehebatan dan
kemuliaannya. Syaitan dan iblis juga menjadi gempar kerana adanya satu
perintang dalam perjuangan mereka. Rasullah s. a. w.. dengan segera
memerintahkan Zaid bt sabit menulis serta menyebarkannya.

Sesiapa yang membaca ayat Kursi dengan khusyuk setiap kali
selepas sembahyang fardhu, setiap pagi dan petang, setiap kali keluar
masuk rumah atau hendak musafir, InsyaAllah akan terpeliharalah dirinya
dari godaan syaitan, kejahatan manusia, binatang buas yang akan
memudaratkan dirinya b ahkan keluarga, anak-anak, harta bendanya juga
akan terpelihara dengan izin Allah s. w. t.

Mengikut keterangan dari kita b "Asraarul Mufidah" sesiapa mengamalkan membacanya
setiap hari sebanyak 18 kali maka akan dibukakan dadanya dengan berbagai hikmah,
dimurahkan rezekinya, dinaikkan darjatnya dan diberikannya pengaruh sehingga semua
orang akan menghormatinya serta terpelihara ia dari segala bencana dengan izin Allah.
Syeikh Abu Abbas ada menerangkan, siapa yang mem \bacanya sebanyak 50 kali lalu
ditiupkannya pada air hujan kemudian diminumnya, InsyaAllah Allah akan mencerdaskan
akal fikirannya serta Fadhilat Ayat Al-Kursi mengikut Hadis-Hadis Rasullullah
s. a. w. bersabda bermaksud:

"Sesiapa pulang ke rumahnya serta membaca ayat Kursi, Allah
hilangkan segala kefakiran di depan matanya."

Sabda baginda lagi;

"Umatku yang membaca ayat Kursi 12 kali pada pagi Jumaat,
kemudian berwuduk dan sembahyang sunat dua rakaat, Allah memeliharanya
daripada kejahatan syaitan dan kejahatan pembesar."

Orang yang selalu membaca ayat Kursi dicintai dan dipelihara
Allah sebagaimana DIA memelihara Nabi Muhammad. Mereka yang beramal
dengan bacaan ayat Kursi akan mendapat pertolongan serta perlindungan
Allah daripada gangguan serta hasutan syaitan. Pengamal ayat Kursi juga,
dengan izin Allah, akan terhindar daripada pencerobohan pencuri. Ayat
Kursi menjadi benteng yang kuat menyekat pencuri daripada memasuki
rumah. Mengamalkan bacaan ayat Kursi juga akan memberikan keselamatan
ketika dalam perjalanannya. Ayat Kursi yang di baca dengan penuh khusyuk,
Insya-Allah, boleh menyebabkan syaitan dan jin terbakar. Jika anda
berpindah ke rumah baru maka pada malam pertama anda menduduki rumah itu
eloklah anda membaca ayat Kursi 100 kali, insya-Allah mudah-mudahan anda
sekeluarga terhindar daripada gangguan zahir dan batin. Barang siapa
membaca ayat Al-Kursi apabila berbaring di tempat tidurnya, Allah
mewakilkan 2 orang Malaikat memeliharanya hingga subuh.


Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir setiap sembahyang
Fardhu, ia akan berada dalam lindungan Allah hingga sembahyang yang
lain.. Barang siapa membaca ayat Al-Kursi di akhir tiap sembahyang, tidak
menegah akan dia daripada masuk syurga kecuali maut, dan barang siapa
membacanya ketika hendak tidur, Allah memelihara akan dia ke atas
rumahnya, rumah jirannya & ahli rumah2 di sekitarnya. Barang siapa
membaca ayat Al-Kursi diakhir tiap-tiap sem bahyang Fardhu, Allah
menganugerahkan dia hati-hati orang yang bersyukur perbuatan2 orang yang
benar, pahala nabi2 juga Allah melimpahkan padanya rahmat. Barang siapa
mem b aca ayat Al-Kursi sebelum keluar rumahnya, maka Allah mengutuskan
70,000 Mala ikat kepadanya, mereka semua memohon keampunan dan mendoakan baginya.
Barang siapa mem b aca ayat Al-Kursi di akhir sembahyang Allah azza wajalla akan mengendalikan
pengambilan rohnya dan ia adalah seperti orang yang berperang bersama nabi Allah sehingga mati syahid.
Barang siapa yang membaca ayat al-Kursi ketika dalam kesempitan nescaya Allah berkenan memberi
pertolongan kepadanya Dari Abdullah bbin ' Amr r. a... , Rasullullah s.. a. w. b ersabda,

" SAMPAIKANLAH PESANKU BIARPUN SATU AYAT...."

Syeikh Idris Al-Marbawi

Syeikh Idris Al-Marbawi

Tuan Guru Nik Abd Aziz Nik Mat

Tuan Guru Nik Abd Aziz Nik Mat

ulama' ikutan kita

ulama' ikutan kita

ulama' ikutan kita

ulama' ikutan kita

Ustaz Dato' Shamsuri Hj Ahmad

Ustaz Dato' Shamsuri Hj Ahmad

Ustaz Azhar Idrus

Ustaz Azhar Idrus